Selasa, 03 Mei 2011

BANK PERTANIAN

  • Menuju Bank Pertanian
Peran sektor pertanian sangat dominan dalam perekonomian nasional. Sektor pertanian merupakan penyumbang terbesar dalam PDB Nasional. Bahkan hampir sebagian besar daerah di Indonesia, kontribusi sektor pertanian terhadap PDB sangat dominan. Karena itu sektor pertanian harus mendapat perhatian lebih agar dapat konsisten memberikan kontribusi  terhadap Pendapatan Nasional.
Maka dari itu pada saat setelah Bapak Susilo Bambang Yudoyono dilantik menjadi Presiden, yaitu pada tahun 2004, Beliau mencanangkan apa yang disebut Revitalisasi Pertanian dengan Bapak Jusuf Kalla selaku Wakil Presiden pada saat itu bertindak sebagai pelaksananya. Presiden menginginkan bahwa sektor pertanian harus menjadi primadona kembali bagi Indonesia yaitu sebagai sumber devisa terbesar bagi Indonesia tetapi dengan tidak mengenyampingkan juga sektor-sektor yang lain.
Program Revitalisasi Pertanian yang telah dicanangkan oleh Presiden langsung ditindaklanjuti oleh Menteri Pertanian pada saat itu yaitu Bapak Anton Apriyantono dengan membuat program-program guna mencapai swasembada pertanian. Dalam masa lima tahun kepemimpinan Bapak Anton Apriyantono Indonesia telah berhasil kembali melakukan swasembada beras, ekspor komoditas jagung dan meningkatnya komoditas kacang kedelai.
Dengan adanya pergantian Menteri Pertanian dimana pada saat ini dijabat oleh Bapak Suswono diharapkan prestasi yang selama ini telah diraih dapat dipertahankan serta meningkatkan apa yang selama ini telah dicapai. Di samping usaha meningkatkan pendapatan nasional melalui sektor pertanian ini, Bapak Suswono selaku Menteri Pertanian yang baru harus lebih memperhatikan taraf hidup para petani Indonesia, karena dalam menjalankan usaha taninya, sebagian besar sumber modal petani berasal dari modal sendiri ataupun bersumber dari pengijon dengan memberikan bunga yang sangat tinggi. Ketergantungan petani terhadap pedagang perantara dan pelepas uang cukup besar sehingga keuntungan yang didapat sangat kecil dan seringkali petani mengalami kerugian bahkan hanya bersifat subsisten.
Lembaga perbankan di Indonesia saat ini lebih mengutamakan pembiayaan non pertanian, karena permasalahan-permasalahan seperti terbatasnya agunan yang dimiliki atau tidak adanya jaminan/garansi dari petani, terbatasnya lembaga penjamin kredit, serta terbatasnya lembaga asuransi kegagalan panen. Rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian karena risiko usaha tani masih dianggap tinggi. Bank tidak berani mengambil risiko lebih besar karena harus berhati-hati mengelola dana dari masyarakat.
Selain itu, proses pembiayaan bank juga dinilai terlalu rumit dan berbelit-belit sehingga banyak dari para petani terpaksa meminjam dana dari rentenir. Padahal, peran petani sangat penting bagi perekonomian Indonesia. Mantan Menteri Pertanian RI yaitu Bapak Anton Apriantono pernah mengatakan bahwa selama lima tahun terakhir penyaluran kredit perbankan pada sektor pertanian tidak beranjak pada angka 6% dari total penyaluran kredit nasional yang pada Februari 2009  mencapai sekitar Rp 1.200 trilyun.
Berdasarkan hal-hal tersebut maka perlu adanya lembaga keuangan yang khusus bergerak dalam pembiayaan sektor pertanian. Wacana yang sedang berkembang pada saat ini adalah akan didirikannya Bank Pertanian. Bank Pertanian bukan untuk mencari laba yang sebesar-besarnya seperti bank konvensional. Tujuan dibentuknya Bank Pertanian adalah untuk memberdayakan petani kecil agar mampu mengakses sumber keuangan. Dan yang paling penting saat ini adalah kemauan politik (political will) dari seorang Presiden untuk segera membentuk lembaga yang sangat  dibutuhkan petani ini. Diharapkan dengan adanya Bank Pertanian akan menjawab segala persoalan yang selama ini dihadapi para petani Indonesia.

  • Regulasi belum memungkinkan ada bank pertanian

JAKARTA Upaya mendirikan bank pertanian semakin sulit jika regulasi perbankan belum memberikan ruang untuk membuka akses- yang luas pada sektor pertanian, dan sektor kelautan dan perikanan."Selama ini, pemerintah hanya mewacanakan pembentukannya saja, tapi jalan menuju ke situ belum terlihat. Sementara pemberdayaan petani tidak dapat menunggu," keluh Wakil Ketua Komisi IV Firman Subagyo di DPR kemarin.
Dia menilai hal mendesak dilakukan saat ini adalah bagaimana Bank Indonesia dan pemerintah membuat regulasi baru terkait dengan pembentukan lembaga keuangan yang khusus dialokasikan ke pertanian.
Firman menyatakan jika regulasi belum juga diubah, bank yang didirikan untuk tujuan memudahkan akses petani atau nelayan mendapat modal tidak akan maksimal. Petani dan nelayan, katanya, kembali terbentur pada aturan klasik yakni agunan.
Dia mencontohkan pada awalnya sejumlah bank seperti Bank Rakyat Indonesia didirikan untuk masyarakat perdesaan. Namun, sudah terjadi pergeseran yang signifikan, sehingga justru masyarakat perdesaan sulit mendapatkan akses bank.
Ketua Komite Ketahanan Pangan Kadin Indonesia Franciscus Welirang menegaskan risiko yang didapatkan untuk kredit di real-estate dengan pertanian sangat berbeda.Sektor pertanian itu tergantung musim. Tergantung alam. Tidak dapat disamakan dengan kondisi di sektor lain," ujarnya.
Oleh karena itu, katanya, sektor pertanian membutuhkan bank yang sesuai dengan sifat pertanian.Franciscus menilai ada dua hal penting yang perlu dicermati terkait dengan pendirian bank pertanian ini. Pertama, pentingnya sifat atau mekanisme dari bank pertanian itu. Kedua, proses pengembalian kredit yang disesuaikan dengan masa panen.
Belum lama ini, Deputi Gubernur Bank Indonesia S. Budi Rochadi mengakui akses petani kepada perbankan masih sulit karena perbankan memiliki rekam jejak yang buruk pada pertanian. Rekam jejak yang kurang baik ini, terkait dengan munculnya kredit macet. "Meski demikian, Bank Indonesia terus-menerus memberikan edukasi kepada bank untuk tidak takut mengucurkan kredit ke sektor pertanian," tuturnya.
Menurut dia, Deptan bebas untuk membentuk bank pertanian."Dengan modal Rp3 triliun, sudah dapat membuat bank. Masalahnya, membuat bank itu tidak gampang," tuturnya.Budi menyatakan kucuran kredit untuk petani dan nelayan tetap dapat diberikan. Salah satunya melalui program lembaga keuangan mikro (LKM).
Sementara itu, praktisi keuangan mikro Arif Cumantia menilai ide pemerintah (Deptan] untuk mendorong berdirinya bank pertanian guna mengatasi sulitnya petani mendapatkan modal dari bank dinilai bukan solusi.Dia menyatakan pembentukan bank pertanian bukan satu-satunya solusi permodalan bagi petani. "Optimalisasi saja sistem kredit di Bank Rakyat Indonesia dan BPR," ujarnya.Dia mengatakan jika dibentuk lagi bank baru, dan temyata tidak dapat menyentuh kebutuhan petani, akan menjadi tidak efisien.
Upaya mendirikan bank pertanian semakin sulit jika regulasi perbankan belum memberikan ruang untuk membuka akses- yang luas pada sektor pertanian, dan sektor kelautan dan perikanan."Selama ini, pemerintah hanya mewacanakan pembentukannya saja, tapi jalan menuju ke situ belum terlihat. Oleh karena itu, katanya, sektor pertanian membutuhkan bank yang sesuai dengan sifat pertanian.Franciscus menilai ada dua hal penting yang perlu dicermati terkait dengan pendirian bank pertanian ini.
Sementara itu, praktisi keuangan mikro Arif Cumantia menilai ide pemerintah (Deptan] untuk mendorong berdirinya bank pertanian guna mengatasi sulitnya petani mendapatkan modal dari bank dinilai bukan solusi.Dia menyatakan pembentukan bank pertanian bukan satu-satunya solusi permodalan bagi petani.


  • Petani Lebih Butuh Kepastian yang Riil
Gagasan membentuk Bank Pertanian kian kuat. Baik itu dilakukan dengan optimalisasi perbankan yang ada, mentransformasi bank dengan membuat suatu cabang atau divisi menjadi unit yang mandiri, atau mendirikan bank baru.
Terlepas dari aspek legal maupun teknis menyangkut skema pembiayaan yang akan dirancang, pertanyaan mendasar yang perlu dijawab, apakah memang petani benar-benar membutuhkan Bank Pertanian? Ataukah, rencana pembentukan Bank Pertanian refleksi dari ketidakpekaan para pemangku kepentingan terhadap persoalan mendasar yang dihadapi petani?
Deputi Gubernur Bank Indonesia Muliaman Hadad, Senin (12/5) di Bogor, Jawa Barat, mengatakan, masalah pembiayaan pertanian memang penting. Namun, masih ada masalah lain yang tidak kalah pentingnya, yang harus segera ditangani. Masalah itu, antara lain, infrastruktur pertanian, penguatan organisasi petani, kelembagaan, penyuluh, dan pemasaran hasil pertanian.
Pengamat ekonomi dan Komisaris Independen PT Bank Rakyat Indonesia Aviliani mengatakan, sepanjang ada jaminan kelangsungan usaha dalam bentuk jaminan pasar dan harga, perbankan akan berbondong-bondong memberi kredit ke sektor pertanian.
Rendahnya penyaluran kredit ke sektor pertanian karena risiko usaha tani masih dianggap tinggi. Bank tidak berani mengambil risiko lebih besar karena harus berhati-hati mengelola dana dari masyarakat.
Terperangkap Memang harus diakui, saat ini petani terperangkap dalam kemelut pembiayaan. Kondisi ini bukan tanpa alasan. Masalah jaminan harga dan jaminan pembelian komoditas pertanian adalah inti persoalan yang dihadapi petani selama ini. Dua hal itu yang membuat hidup petani seolah tergadaikan.
Tiadanya jaminan harga dan pembelian membuat petani selamanya harus berjudi dengan usaha mereka. Apalagi, mereka berusaha dalam skala kecil dengan sumber daya minim. Ketidakpastian usaha menjadikan usaha pertanian seperti harus siap merugi. Bisa karena serangan hama penyakit, harga komoditas pertanian yang jatuh di pasaran, atau tidak terserap pasar karena kualitas buruk atau produksi berlimpah.Pada situasi seperti itu, masalah pembiayaan menjadi seperti dewa penolong, padahal itu semu. Uluran tangan dalam bentuk pembiayaan tidak akan menyelesaikan masalah jangka panjang karena petani masih akan bergulat dengan ketidakpastian dalam mengelola usaha taninya di masa mendatang.
Infrastruktur dasar Ketua Gabungan Pengusaha Perunggasan Indonesia Anton J Supit mengatakan, yang dibutuhkan petani adalah penyediaan infrastruktur dasar yang memadai. Untuk petani jagung, misalnya, mereka memerlukan sarana pengeringan dan penyimpanan jagung sehingga kualitas jagung bisa bertahan bagus dan kalau dijual harganya tinggi.
Untuk pasar, tidak perlu khawatir karena industri pakan mampu menyerap jagung produksi petani, namun dengan catatan, sesuai standar yang diperlukan pabrik pakan. Selain sarana pengeringan dan penyimpanan, petani juga memerlukan infrastruktur yang baik, seperti jalan dan listrik. Tanpa itu, mustahil petani bisa bertahan dalam usaha taninya. Setiap komoditas memiliki karakteristik sendiri sehingga pemerintah perlu menyediakannya sesuai kebutuhan.
Peternak sapi perah dan sapi potong, misalnya. Persoalan yang mereka hadapi bukan permodalan, tetapi ketidakpastian harga jual produknya. Para peternak sapi perah mulai enggan memelihara sapi perah karena fluktuasi harga susu yang tajam.
Desakan peternak agar pemerintah segera membangun pasar susu alternatif di luar industri pengolahan susu (IPS) selama ini bagai membentur tembok. Adapun petani bawang merah menghadapi persoalan anjloknya harga saat panen. Meski berulang dari tahun ke tahun, tidak pernah ada kebijakan apa pun dari pemerintah untuk mengatasi keadaan itu.
Pengamat ekonomi Faisal Basri berpendapat, sebagian besar pelaku usaha mikro, kecil, dan menengah (UMKM) bergerak di sektor pertanian. Namun, selama ini pemerintah seolah hanya melihat keterbatasan modal usaha hanya bisa diatasi dengan mekanisme kredit perbankan.
“Ironisnya, sebagian besar anggaran penyertaan modal dititipkan ke bank. Jadi, aturan main mengakses kredit ya harus mengikuti aturan perbankan. Padahal, bank dikenal njelimet prosedur kreditnya. Yang dibutuhkan petani sebetulnya skema khusus agar mudah mengakses pinjaman,” ujar Faisal.
Tidak butuh modal Faisal menegaskan, sebenarnya bank tidak membutuhkan suntikan modal. Data dari Bank Indonesia, kucuran kredit sektor pertanian dan nonpertanian sudah sekitar Rp 500 triliun. Karena itu, kata Faisal, apabila pemerintah mau membantu, bantu petani mendapat kepastian yang sangat riil. Misalnya, kepastian harga gabah agar petani dapat memperkirakan keuntungannya. Dengan demikian, perbankan mudah memercayai petani mengakses kredit.
Deputi Menko Perekonomian Bidang Pertanian dan Kelautan Bayu Krisnamurthi juga mengajukan sederet pertanyaan terkait rencana pembentukan Bank Pertanian. Bayu menegaskan, apa yang dimaksud Bank Pertanian. Apakah bank milik petani atau bank yang dirancang pelayanannya sesuai karakteristik petani? Padahal, karakteristik petani berbeda, sesuai komoditas yang dibudidayakannya serta skala usaha dan daerahnya. Lalu bagaimana cara mengatasi cost of money? Dari manakah sumber dana bank tersebut? Melihat itu semua, pembentukan Bank Pertanian sepertinya harus dikaji ulang. (OSA)

1 komentar:

  1. Saya telah berpikir bahwa semua perusahaan pinjaman online curang sampai saya bertemu dengan perusahaan pinjaman Suzan yang meminjamkan uang tanpa membayar lebih dulu.

    Nama saya Amisha, saya ingin menggunakan media ini untuk memperingatkan orang-orang yang mencari pinjaman internet di Asia dan di seluruh dunia untuk berhati-hati, karena mereka menipu dan meminjamkan pinjaman palsu di internet.

    Saya ingin membagikan kesaksian saya tentang bagaimana seorang teman membawa saya ke pemberi pinjaman asli, setelah itu saya scammed oleh beberapa kreditor di internet. Saya hampir kehilangan harapan sampai saya bertemu kreditur terpercaya ini bernama perusahaan Suzan investment. Perusahaan suzan meminjamkan pinjaman tanpa jaminan sebesar 600 juta rupiah (Rp600.000.000) dalam waktu kurang dari 48 jam tanpa tekanan.

    Saya sangat terkejut dan senang menerima pinjaman saya. Saya berjanji bahwa saya akan berbagi kabar baik sehingga orang bisa mendapatkan pinjaman mudah tanpa stres. Jadi jika Anda memerlukan pinjaman, hubungi mereka melalui email: (Suzaninvestment@gmail.com) Anda tidak akan kecewa mendapatkan pinjaman jika memenuhi persyaratan.

    Anda juga bisa menghubungi saya: (Ammisha1213@gmail.com) jika Anda memerlukan bantuan atau informasi lebih lanjut

    BalasHapus